Jaringan Listrik di Lebanon Mulai Aktif Kembali Setelah Tentara Memasok Bahan Bakar

photo author
- Senin, 11 Oktober 2021 | 10:23 WIB
Karpowership, perusahaan pemasok listrik dari Turki ke Lebanon.  (/Reuters/Aziz Taher)
Karpowership, perusahaan pemasok listrik dari Turki ke Lebanon. (/Reuters/Aziz Taher)

LIPUTAN BEKASIJaringan listrik yang ada di Lebanon kembali online setelah para tentara memasok bahan bakar ke dua pembangkit listrik utama mereka telah habis.

Dari pasokan pasokan tersebut mengakhiri pemadaman total di Lebanon.

Dikutip dari AFP, pembangkit listrik bernama Deir Ammar dan Zahrani berhenti bekerja pada hari Sabtu kemarin, yang menyebabkan jaringan listrik di negara itu mengalami mati total untuk kedua kalinya pada bulan ini.

Di negara mediterania sedang berjuang untuk membangkitkan ekonomi yang telah terpuruk akibat pandemi Covid-19, dan negara yang kekurangan uang tersebut dalam beberapa bulan terakhir harus berjuang untuk mengimpor bahan bakar minyak yang cukup untuk memproduksi pasokan listrik mereka.

Baca Juga: Dari India ke Perusahaan Tesla: Berhenti Jual Mobil Listrik Buatan China ke negara kami

Menteri energi dari Lebanon yang bernama Walid Fayad mengatakan bahwa jaringan telah beroperasi kembali.

“jaringan telah normal kembali, seperti sebelum bahan bakar habis di Deir Ammar dan Zahrani,” dikutip dalam sebuah pernyataan pada hari Senin tanggal 11 Oktober ini.

Dia pun tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih kepada para tentara karena mencari lebih dari 6000 kiloliter bahan bakar minyak.

Baca Juga: Nikkei: Penyembuhan Pemulihan Akibat dari Covid-19 Indonesia Tertinggi dari Negara ASEAN Lainnya

Lebanon sendiri telah mengalami pemadaman listrik secara bergiliran ke penjuru negeri sejak berakhirnya perang saudara mereka pada tahun 1975-1990.

Namun karena hal tersebut, krisis ekonmoni di negara Lebanon telah memperburuk keadaan mereka secara tragis.

Dari komunitas international pun telah lama menuntut untuk dilakukan sebuah perombakan total di sector listrik Lebanon yang merugi, dari sector tersebut telah merugikan pemerintah lebih dari US$40 miliar dimulai sejak awal tahun 1990-an.***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Nurrijal Fahmi

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X