Proses Hubungan Sistem Perwakilan Politik: Reses, Komunikasi dan Partisipasi

- Sabtu, 24 Desember 2022 | 06:10 WIB
ilustrasi perwakilan politik (pexels.com)
ilustrasi perwakilan politik (pexels.com)

LIPUTANBEKASI.COM  - Pembahasan dan pelaksanaan perwakilan politik menjadi hal yang krusial dalam sistem politik saat ini. Tidak mungkin membentuk forum bersama di mana seluruh masyarakat dapat langsung memutuskan banyak masalah karena luas wilayah dan kepadatan penduduk. Perwakilan politik yang adil dan ramah rakyat diperlukan untuk mendukung sistem ini. Agar kebijakan publik dapat mencerminkan aspirasi, keinginan, dan aspirasi rakyat, diperlukan perwakilan politik.

Dengan adanya lembaga eksekutif, lembaga legislatif yang merupakan cerminan perwakilan politik kontemporer harus mampu mencerminkan dirinya. Setiap negara dapat memilih antara sistem presidensial atau parlementer untuk melihat mana yang terbaik untuk semua orang. Namun, baik berdasarkan ikatan kedaerahan, suku, agama, atau kekeluargaan lainnya, peraturan perundang-undangan juga harus mencerminkan konteks perwakilan yang diinginkan. Artinya, gagasan perwakilan perlu mencerminkan suara seluruh penduduk. Legislatif harus dapat berfungsi secara terorganisir dengan tanggung jawab yang jelas sebagai lembaga politik modern. Akibatnya, fungsi legislasi harus mampu memenuhi kebutuhan dan tantangan masyarakat secara keseluruhan. Sehingga, efektivitas keputusan yang dihasilkan bergantung pada hubungan antara yang diwakili dan yang diwakili. Legislatif sebenarnya dituntut untuk tetap memperhatikan aspek hubungan dengan konstituen di tengah perubahan politik yang sedang berlangsung. terutama dalam menentukan apakah wakil rakyat yang terpilih dapat bertindak untuk kepentingan terbaik mereka.

Keberadaan badan legislatif menjadi unit politik yang menarik untuk diteliti dalam konteks Indonesia. Hal ini karena keberadaannya dapat beradaptasi dengan perubahan dan dinamika politik. Sebelum menjadi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), DPR hanya eksis sebagai komisi sementara yang dikenal dengan nama KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat). DPR yang menyaksikan berbagai era politik, MPR. Artinya, majelis di Indonesia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari persoalan perundang-undangan Indonesia yang pada umumnya akan berubah, baik dalam hal hubungan kelembagaan, kelembagaan internal, kemampuan yang dilakukan hingga teknik memilih anggotanya.

Dalam kehidupan politik modern, konsep demokrasi langsung sebuah sistem politik dimana warga negara terlibat langsung dalam pengambilan keputusan—menghadapi berbagai tantangan mendasar. Sebuah wilayah yang sangat luas, populasi yang sangat besar telah 'memaksa' penduduknya untuk menyalurkan pandangan dan keinginannya melalui sebuah institusi yang orang-orangnya adalah orang-orang yang mereka pilih. Dalam konsep demokrasi perwakilan, juga dikenal sebagai demokrasi tidak langsung, warga negara dibagi menjadi dua kelompok: mereka yang mewakili pemerintah dan mereka yang diwakili olehnya. Sekelompok orang yang berwenang untuk berbicara dan bertindak atas nama perwakilan yang lebih banyak dikenal sebagai perwakilan. Legislatif, majelis, dan parlemen adalah beberapa istilah yang digunakan untuk menggambarkan lembaga perwakilan. Pembuatan undang-undang (legislasi) direpresentasikan dengan istilah legislatif atau badan legislatif, sedangkan gagasan bahwa lembaga berfungsi sebagai tempat berkumpul untuk membahas masalah-masalah publik disebut dengan istilah majelis. Majelis dan parlemen adalah istilah yang hampir dapat dipertukarkan. Parlemen dianggap sebagai tempat untuk membicarakan atau merundingkan masalah-masalah yang berkaitan dengan negara karena kata parler yang berarti berbicara berasal dari bahasa Prancis. Sejarah lembaga perwakilan di seluruh dunia disebut sebagai "pembangunan", dan istilah "legislatif" lebih umum digunakan di Amerika Serikat daripada "parlemen" atau "majelis" di Eropa atau non-AS bangsa.

Parlemen pertama di dunia didirikan di Inggris abad pertengahan. Padahal, pada awalnya yayasan ini memiliki kemampuan dan tugas yang jauh berbeda dengan parlemen saat ini. Saat itu, hanya raja, bangsawan, tuan tanah, dan pejabat agama yang membentuk parlemen, yang hanya bertemu jika raja menginginkannya. Selama abad ke-14, raja-raja mengembangkan pertemuan sebagai sarana untuk mendapatkan saran atau informasi pribadi dari pejabat kerajaan. Para pejabat menjabat sebagai penasihat dan asisten raja dalam peran kerajaan. Meskipun raja tidak selalu mempertimbangkan nasihat mereka saat membuat keputusan, komunikasi satu arah ini adalah awal dari House of Lords, salah satu majelis parlementer Inggris yang masih ada sampai sekarang. Raja berusaha untuk membatasi hak agensi sebagai tanggapan atas pengaruh House of Lords yang semakin besar, tetapi hal ini mengakibatkan konflik di antara keduanya.

Akhirnya para bangsawan ini mampu membujuk raja untuk menerima kekerasan berkat dukungan rakyat dan kelas menengah. Di Inggris, permulaan monarki konstitusional mulai terbentuk. Dalam perkembangan selanjutnya, anggota kelas menengah dan mereka yang memiliki persepsi bahwa mereka adalah kelompok yang terkena dampak langsung dari setiap kebijakan menuntut untuk berpartisipasi dalam pembahasan rencana anggaran dan pajak. House of Commons, atau perwakilan rakyat jelata, lahir di sini. Besarnya dampak perubahan sosial ekonomi terhadap sistem politik dapat dilihat pada perkembangan parlemen Inggris. Parlemen pada abad ketujuh belas memasukkan para pebisnis selain kaum bangsawan dan gereja. Sementara itu, kawasan industri seperti Manchester, Birmingham, dan Sheffield diberi kursi parlemen sebagai akibat revolusi industri di abad kesembilan belas. Undang-Undang Reformasi Besar tahun 1832 memudahkan parlemen untuk mengakomodasi berbagai kekuatan. Buruh dan petani diberikan hak suara pada tahun 1867 oleh Reform Act. Semua warga negara yang berusia 21 tahun untuk laki-laki dan 30 tahun untuk perempuan diberikan hak untuk memilih pada tahun 1918. Untuk laki-laki dan perempuan, usia pemilih diturunkan menjadi 18 tahun hanya pada tahun 1970.

Implementasi fungsi perwakilan politik Anggota Dewan dengan konstituennya

Setelah mengkaji sejarah bagaimana terbentuknya lembaga perwakilan politik, untuk mengulas lebih dalam mengenai hubungan wakil dan terwakil ini kami mewawancarai salah seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Cimahi dari fraksi PKS yang bernama Kania Intan Puspita dengan panggilan Teh Kania. Beliau menceritakan fungsi perwakilan politik anggota dengan dengan konstituennya di tengah-tengah sesi wawancara yang telah dilakukan pada tanggal 7 Desember 2022. Menurut beliau, fungsi perwakilan politik diantara wakil dan terwakilnya, antara anggota dewan dengan konstituennya mencakup tiga tugas yaitu budgeting, controlling, dan legislasi. Jadi budgeting penganggaran untuk menganggarkan apa yang menjadi kegiatan pemerintah. Anggarannya akan didiskusikan antara anggota parlemen dengan pihak pemerintah. Misal punya anggaran misalnya 100 miliar. Nah, 100 miliar itu harus cukup untuk kesehatan, pendidikan, kesejahteraan, olahraga, agama, dan sebagainya. Menurutnya dari situlah anggota dewan memperjuangkan apa yang menjadi aspirasi masyarakat yang dititipkan pasanya.


Misalnya juga ada sebuah usulan, pengen ada sekolah negeri di daerah A. Anggota dewan akan mengadakan perbincangan dengan dinas pendidikan, untuk mengupayakan sekolah. Jadi akan dianggarkan untuk membuat sekolah, itu salah satu upayanya di bidang penganggaran. Kemudian di bidang legislasi atau peraturan, berarti mendengarkan aspirasi dari masyarakat. Misalnya masyarakat itu butuh satu peraturan daerah tentang penanggulangan penyakit menular, seperti Covid, anggota dewan perlu peraturan khusus dari aspirasi masyarakat. Nah, maka anggota dewan akan menggulirkan aspirasi masyarakat itu di rapat rapat badan legislasi di DPRD.


Apabila undang undangnya sudah ada dari atasnya tentang penanggulangan penyakit menular, pemerintah daerah berkewajiban membuat peraturan daerahnya agar kita semuanya bisa terlindungi dari penyakit menular. Jadi ada upaya khusus di dalam peraturan tersebut untuk menanggulangi penyakit menular. Yang ketiganya, untuk controlling, itu pengawasan. Biasanya DPRD mengawasi kinerja pemerintahan daerah. Dinas dinasnya diawasi, dipanggil setiap 6 bulan sekali untuk melaporkan kegiatan mereka, mempergunakan anggarannya untuk apa, apa yang menjadi permasalahan di masyarakat, kemudian para wakil mencari solusi bersama.

Fungsi komunikasi politik antara wakil dan terwakil

Dalam hal ini, Teh Kania juga menjelaskan bagaimana komunikasi politik antara wakil dan terwakil dengan menganalogikan posisi anggota dewan itu adalah jembatan. Jembatan dari masyarakat yang memilihnya sebagai penampung aspirasi dari masyarakat. Anggota dewan menjembatani dengan pemerintah. Kalau pemerintah itu tidak mungkin, seluruhnya bisa bertemu dengan masyarakat, kecuali anggota dewan. Anggota dewan itu, punya kewajiban khusus bertemu dengan masyarakat. Yang kedua, yang terdekat dengan masyarakat itu anggota dewan, biasanya dengan terwakilnya. Kalau pemerintah, baik itu dinas dinas, jarang bertemu secara khusus dengan masyarakat. Kalau masyarakat lebih dekat dengan anggota dewan. Jadi anggota dewan itu adalah jembatan untuk masyarakat bisa menghubungkan dengan pemerintah daerah. Aspirasi yang ingin disampaikan, keinginan masyarakat, biasanya dititipkan ke anggota dewan. Karena setiap komisi di DPRD itu mempunyai kewajiban, ada agenda, menerima audiensi dari masyarakat.


Berbagai macam lapisan masyarakat harus diterima oleh para wakil. Kebetulan Teh Kania juga ada di Komisi 4, Komisi Tentang Pendidikan, Kesehatan, Kesejahteraan, Pemuda, Olahraga, Kebudayaan. Jadi beliau biasanya ada agenda khusus untuk menerima audiensi dari komunitas olahraga, komunitas seni, komunitas pemuda, kesehatan, pendidikan. Dari mereka beliau menampung aspirasi dan disampaikan kepada pemerintah. Jadi anggota dewan itu wakilnya masyarakat untuk menyampaikan usulan usulan dari mereka.


Implementasi fungsi artikulasi kepentingan di masa reses antara wakil dan terwakil

Di wawancara ini kami juga bertanya mengenai berapa kali melakukan kegiatan reses ke masyarakat. Dan beliau pun menjelaskan bahwa masa reses itu adalah masa bertemunya anggota dewan dengan pemilihnya juga dengan masyarakat sesuai dengan undang undang. Yang telah diatur dalam undang undang untuk anggota dewan kota, kabupaten dan anggota dewan provinsi berkewajiban melakukan reses sebanyak 4 kali 4 bulan sekali. Jadi dalam satu tahun antara wakil dan terwakil hanya 3 kali bertemu secara resmi. Reses ini juga memiliki jadwal, sudah ada aturannya, berapa orang yang boleh diundang, berapa orang yang nanti bisa dihadirkan di pertemuan tersebut. Berbeda lagi dengan anggota dewan dari pusat kalau anggota yang dalam undang undangnya dalam setahun ada 6 sampai 8 kali. Beliau mengatakan bahwa aturan ini berbeda antara anggota dewan pusat, anggota dewan provinsi dan anggota dewan kota. Karena jika anggota dewan kota itu di dalam undang undangnya reses hanya 3 kali dalam setahun. Tetapi karena anggota dewan itu adalah pelayan rakyat, penyampaian aspirasi, wakil tidak boleh menolak jika ada ajuan ini. Jadi, harus bersiap menerima kapanpun aspirasi dari masyarakat. Semua ajuan masyarakat akan dimasukkan ke sistem informasi pemerintah daerah. Nanti pelaksanaannya diatur sesuai dengan anggaran yang ada.


Respon masyarakat ketika DPR melakukan masa reses untuk bisa mendengar aspirasi dari rakyat

Teh Kania mengatakan bahwa respon mengenai masa reses ini sangat luar biasa, karena memang hanya 4 bulan sekali, jadi mereka sangat antusias ingin bertemu dengan anggota dewan yang terpilihnya. Kami juga menanyakan seberapa efektif masa reses ini dan beliau menjawab bahwa dari segi pertemuan memang kurang efektif karena hanya dalam jangka 4 bulan baru ketemu lagi 4 bulan lagi. Sehingga harus maksimalkan waktu reses untuk menampung seluruh aspirasi masyarakat. Selanjutnya menerangkan kepada masyarakat bahwa ajuan ke pemerintah itu ada prosesnya, ada proses pengajuannya, dan proses tahapan kegiatan perencanaannya Kemudian baru tahap pencairan kegiatan tersebut. Menurutnya, selama ini sudah cukup efektif dan masyarakat juga antusias.

Kegiatan anggota dewan di media sosial

Humas khusus sekretariat Dewan, yang bertugas dalam hal ini mengabadikan kegiatan anggota Dewan. Jadi setiap kegiatan seperti rapat, menerima audiensi, menerima demo akan diinformasikan di media sosial. Ada yang suka rajin membuat tulisan misalnya, kemudian menanggapi satu masalah. Tak jarang juga anggota dewan akan selalu dicari oleh wartawan yang akan ditanyai tanggapannya mengenai suatu kasus atau masalah. Bagaimana tanggapan dari komisi komisi 4 itu misalnya perlindungan masyarakat, kesejahteraan, atau perlindungan hukum. Jadi disinilah peran media dalam hal partisipasi masyarakat yang untuk kemudian masyarakat bisa mengakses kegiatan anggota dewan yang mereka pilih. Melalui media sosial masyarakat bisa menyampaikan segala aspirasinya jika ingin ada yang disampaikan.

Halaman:

Editor: Arifka Brilliana

Tags

Terkini

Terpopuler

X